Rabu, 12 Januari 2011

GURU KENCING BERDIRI SEBAIKNYA MURID JANGAN KECING

Guru adalah sosok panutan, contoh, teladan atau dengan istilah yang sama atau serupa bagi murid-muridnya bahkan di lingkungannya.  Gerak gerik, tutur sapa, sepak terjang, tindakan pokoknya yang melekat pada seorang guru adalah harga mati yaitu keteladanan.  Persepsi ini memang tidak mutlak benar tetapi predikat tersebut hampir menjadi konsepsi universal yang melekat pada figur seorang guru, padahal jika kita mau mengkaji lebih dalam sebenarnya guru hanya bertugas menstransfer ilmunya kepada peserta didik.  Guru dalam hal ini bisa dosen, guru SMA, SMP maupun SD bahkan TK ataupun PAUD, atau mungkin tutor dan penceramah.
Kebacut (bahasa Jawa) memang, tetapi baju penilaian itu tidak bisa dilepas atau dihindari, melainkan disadari penuh bahwa baju itu tidak pernah lepas sekalipun walaupun sudah bercampur tanah di liang lahat.  Selanjutnya, penanaman konsep bagaimana yang seharusnya ditanam bagi mereka (murid dan masyarakat) atau bahkan mungkin bagi seorang guru.  Mohon maaf, bagi yang hidup di lingkungan pedesaan atau daerah terpencil untuk penilaian terhadap guru memang seorang guru adalah sosok yang dihormati dan ditempatkan pada posisi yang relatif tinggi karena padanya ilmu bersumber, perilaku positif dilakukan, pemikiran dan budi pekerti dipancarkan, sehingga penilaian tersebut tidak bisa dihindari, tetapi pada masyarakat kota status guru lebih dipandang atau mulai dipandang sebagai profesi pekerjaan seseorang yang harus digeluti.   Disini penulis tidak ingin mengubah persepsi murid dan masyarakat mengenai guru, melainkan lebih pada konsep pribadi guru yang wajib dilihat lebih ke dalam lagi.
Guru harus mempunyai kepribadian yang mantap dan harus menjadi jiwa atau menjiwai diri dengan baik, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.  Memiliki stabilitas emosi
     Emosi guru sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran.  Guru yang emosional akan melahirkan suasana pembelajaran yang tidak efektif cenderung mengandalkan perasaannya saja.  Oleh karena itu guru diwajibkan memiliki stabilitas emosi.  Guru boleh tertawa, marah, sedih, gembira dan sejenisnya.  Tetapi dalam mengekspresikan semua itu harus memperhatikan prinsip kestabilitas emosi.  Ini berarti rasa sedih, senang, marah, dan sejenisnya sedapat mungkin diekspresikan seperlunya, pada tempatnya, sewajarnya, mengenal situasi dan kondisi dan memang seharusnya dilakukan.
Jika emosi tidak terkendali dan tidak bisa dikendalikan maka penilaian murid kepada guru akan luntur bahkan kemungkinan tidak dihormati.  Kewibawaan guru menurun karena dianggap tidak dewasa dalam menghadapi situasi atau masalah yang dihadapi, padahal guru sering disapa bapak atau ibu artinya ada segi kebapaan dan keibuan yang tersemat pada tiap pribadi guru.
2.  Percaya diri (optimis)
     Konsep diri melalui percaya diri (optimis) adalah sangat penting tertanam bagi setiap guru, sikap ini sangat dibutuhkan untuk menggairahkan siswa dalam KBM disamping itu guru yang berdampak sosial pada lingkungannya mampu memberikan efek positif pada pembangunan sosial masyarakat dimana guru tersebut tinggal.  Sebaliknya guru yang tidak mempunyai rasa percaya diri bahkan pesimis akan menatap masa depan dengan tidak mantap penilaian yang muncul guru tidak berguna bagi pembelajaran maupun bagi lingkungannya.
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri, seorang guru harus memiliki kebugaran tubuh, kesegaran mental dan jiwa, sense of smart yang tinggi, menguasai materi, kompetensi didaktik, berwawasan luas, dan menguasai informasi.  Selain itu guru harus mempunyai pandangan yang positif pada dirinya sendiri, siswa, maupun lingkungannya, memahami tujuan pembelajaran, memahami cita-cita siswanya, dan tanggap terhadap lingkungannya.
Sikap optimas dapat memberikan aura positif kepada siswa dan lingkungan tempat tinggalnya, para siswa bersemangat dalam belajar, lingkungan menerima dengan tangan terbuka segala opini dan tindakannya.
3.  Memiliki kesabaran
     Kesabaran adalah bagaikan dua sisi mata uang dengan kestabilan emosi, menghadapi siswa yang nyleneh, bandel, kesulitan dalam belajar dan masih banyak kasus yang lain harus dihadapi dengan sabar, walaupun pepatah mengatakan kesabaran ada batasnya tapi pikiran lebih diutamakan dalam menghadapi setiap kasus dari pada emosi yang harus ditonjolkan.  Kesabaran adalah kunci mencapai keberhasilan.  Guru yang sabar dalam mendidik para siswa akan memetik buah dari kesabarannya.
Sabar bukan berarti pasrah diri atau menerima sesuatu tanpa protes.  Oleh sebab itu, dengan kesabaran, bukan berarti guru membiarkan tingkah laku siswa seperti yang mereka kehendaki.  Bukan pula membiarkan dirinya dihina atau dipermainkan oleh siswanya.  Guru yang sabar selalu mencari dan berupaya mengoptimalkan segala potensi yang ada untuk mengantarkan siswanya pada tujuan yang diharpkan.  Ia tidak mudah tersinggung dan tidak memfokuskan pada permasalahan, tetapi lebih terfokus pada upaya mencari jalan keluar dari permasalahan itu.

0 komentar:

Posting Komentar